Istilah filsafat (philosophy = Bahasa Inggris) atau falsafat,
berasal dari kata Arab yaitu falsafah yang diturunkan dari kata Yunani yaitu:
Philein yang berarti mencintai, Philia yang berarti cinta, Philos yang berarti
kekasih, dan Sophia atau Sophos yang berarti kebijaksanaan, kearifan,
pengetahuan
Jadi, secara harfiah filsafat atau falsafat mempunyai arti cinta /
mencintai kebijaksanaan (hubbul hikmah) atau sahabat pengetahuan. Dalam
penggunaannya, ketiga kata (filsafat, falsafat, falsafah) dapat digunakan.
Adapun pengertian filsafat dari segi terminologis, sebagaimana diungkapkan oleh
D.C. Mulder, adalah cara berfikir secara ilmiah. Sedangkan cara berfikir ilmiah
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1.
Menentukan
sasaran pemikiran (Gegenstand) tertentu.
2.
Bertanya terus
sampai batas terakhir sedalam-dalamnya (radikal).
3.
Selalu
mempertanggung jawabkan dengan bukti-bukti.
4.
Harus
sistematik.
Sehingga dari batasan yang diberikan Mulder dapat dirumuskan lebih
sederhana, bahwa filsafat adalah pemikiran secara ilmiah, sistematik, dapat
dipertanggung jawabkan dan radikal tentang suatu obyek. Bertitik
tolak pada batasan yang dikemukakan oleh D.C. Mulder maka Filsafat Hukum Islam
dapat diberikan pengertian bahwa : “Pemikiran secara ilmiah, sistematik, dapat
dipertanggungjawabkan dan radikal tentang Hukum Islam.
B.
Pembagian Filsafat
Hukum Islam
1.
Falsafah
Tasyri’
Filsafat yang memancarkan hukum Islam, menguatkan dan
memeliharanya. Filsafat ini bertugas membicarakan hakikat dan tujuan hukum
islam. Filsafah tasyri’ antara lain meliputi : Da’aim al-hakim (dasar-dasar
hukum Islam), Mabadi al-ahkam (prinsip-prinsip hukum Islam), Ushul al-ahkam
(pokok-pokok hukum Islam), Maqashid al-ahkam (tujuan-tujuan hukum Islam),
Qawaid al-ahkam (kaidah-kaidah Hukum Islam).
2.
Falsafah
Syari’ah
Filsafat yang mengungkapkan masalah ibadah, mu’amalah, jinayah,
uqubah dari hakikat dan rahasia hukum Islam. Filsafat Syari’ah antara lain
meliputi : Asrar al-ahkam (rahasia-rahasia hukum Islam), Khasa is al-ahkam
(ciri-ciri khas hukum islam), Mahasin al-ahkam atau mazaya al-ahkam
(keutamaan-keutamaan hukum islam), Thawabi al-ahkam (karateristik hukum islam)
C.
Filsafat dan Hikmah
Hikmah atau sagesse (Perancis), atau wisdom (Inggris), atau
sapientia (Latin) merupakan pernyataan yang sederhana tetapi luas dan mendalam
maknanya serta mempunyai arti yang bermacam-macam. Ia bisa berarti; ilmu dan faham. Secara istilah hikmah ialah
manfaat yang Nampak dengan jelas ketika syari’ (Allah) memerintahkan sesuatu
atau terhindarnya kerusakan ketika syari’ melarangnya. Hikmah dapat juga
diartikan dorongan atau tujuan yang dimaksudkan oleh syara’ untuk mencari
kemanfaatan yang harus didayagunakan dan kemafsadatan yang harus dihindari atau
dikurangi.
Sebagai seorang filosof, Ibnu Sina menjelaskan bahwa hikmah adalah
usaha penyempurnaan diri manusia dengan membentuk konsep tentang sesuatu dan
pengujian hakekatnya (baik secara teoritis maupun praktis empiris) sesuai
dengan kadar kemampuan manusia. Ibnu Sina mempersamakan arti hikmah dengan arti
filsafat. Artinya, hikmah itu sama dengan filsafat. Ia membagi hikmah
(filsafat) kepada dua bagian yaitu:
1.
Hikmah
al-nazhariyah (hikmah teoritis) ialah filsafat yang berkenaan dengan konsep
atau teori sebagai dasar pembinaan perkembangan hukum Islam. Hikmah teoritis
ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
a. Filsafat alam (hikmah al-thabî ‘iyyah), yaitu filsafat yang berhubungan dengan alam kebendaan yang
selalu berubah dan bergerak. Atau yang berkenaan dengan sesuatu yang terjadi
dalam gerak dan perubahan.
b. Filsafat matematika (hikmah
al-riyâdhiyyah), yaitu filsafat yang berhubungan dengan sesuatu yang
keberadaannya tergantung kepada materi dan gerak.
c. Filsafat utama, juhaya menyebut filsafat
pertama (al-hikmah al-ûla), yaitu sesuatu yang eksistensi dan definisinya tidak
memerlukan materi dan gerak, seperti zat Tuhan.
2.
Hikmah
al-‘amaliyah (hikmah praktis) ialah filsafat yang berkenaan dengan
konsep yang dikembangkan dari praktik kehidupan dan hukum yang dilaksanakan.
Hikmah praktis pun dibagi menjadi 3 pula yaitu:
a.
Hikmah madaniyah atau filsafat kewarganegaraan. Ia
berhubungan dan tata cara hidup bernegara dan bermasyarakat guna meraih
kehidupan yang aman dan tentram.
b.
Hikmah manjiliyyah
atau filsafat keluarga, yaitu filsafat yang berkenaan dengan tata cara
pengaturan hidup berkeluarga diantara sesama anggota keluarga sehingga tercipta
sistem kerukunan hidup berkeluarga.
c.
Hikmah
khuluqiyah atau filsafat akhlaq, ialah filsafat yang berhubungan dengan budi
pekerti, adab sopan santun serta etika.
D. Dasar Pertumbuhan Filsafat Hukum Islam
Sumber utama hukum Islam adalah Al-Quran dan As-Sunnah terhadap
segala masalah yang tidak diterangkan dalam kedua sumber tersebut, kaum
muslimin diperbolehkan berijtihad dengan mempergunakan akalnya guna menentukan
ketentuan hukum. Berijtihad dengan mempergunakan akal dalam permasalahan hukum
Islam, yang pada hakikatnya merupakan pemikiran falsafi itu, direstui oleh
Rasulullah SAW, bahkan Allah menyebutkan bahwa mempergunakan akal dan pikiran
falsafi itu sangat perlu memaham dalam berbagai persoalan.
Filsafat telah ada pada Zaman Rasulullah SAW, saat Muadz ditugaskan
sebagai Hakim sekaligus seorang guru ke Negeri Yaman Rasulullah SAW, bertanya “
Dengan dasar apa kamu memutusakan perkara wahai Muadz?” Mu'adz r.a. menjawab,
"Aku akan berijtihad mengoptimalkan akal pikiranku."
Rasulullah saw. pun membenarkan ucapan Mu'adz seraya berkata,
"Segala puji hanya bagi Allah yang telah memberikan petunjuk-Nya kepada
utusan Rasul-Nya."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar