KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT
atas berkat rahmat dan hidayahnya-lah sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
ini dengan baik. Tak lupa pula kita ucapkan salam dan shalawat kepada Nabi
Muhammad SAW, karena beliaulah yang telah menghantarkan kita dari zaman
jahiliyah menuju zaman yang penuh berkah.
Adapun judul makalah saya “Peran
Dan Fungsi Bahasa Indonesia Dalam Berbangsa Dan Bernegara ”, dan saya
sangat berharap semoga dengan adanya makalah ini saya dapat
memberikan sedikit gambaran dan memperluas wawasan ilmu yang kita miliki.
Terima kasih atas pihak yang telah
mendukung saya dalam pembuatan makalah ini, jika ada salah kata, saya
bersedia menerima kritik dan saran untuk pembuatan makalah
selanjutnya. Jika ada yang tidak berkenan di hati kalian, saya mohon maaf
yang sebesar-besarnya.
Billahi Fii Sabilillaq Fastabiqul Khaerat.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bandung, 7 Desember 2011
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar
....................................................................................................................
i
Daftar isi .............................................................................................................................
ii
BAB I PPENDAHULUAN
.............................................................................................
1
a.
Latar
Belakang
............................................................................................................
1
b.
Rumusan
Masalah
........................................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN
...................................................................................................
2
a.
Konsep dasar
kedudukan dan fungsi bahasa
................................................................. 2
b. Kedududkan
dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
.............................. 3
c.
Kedududkan
dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara/resmi......................
6
d. Perbedaan
Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa
Negara/Resmi
....................................................................................................................................
9
BAB III PENUTUP
..........................................................................................................
13
a.
Simpulan.......................................................................................................................
13
b.
Saran ...........................................................................................................................
13
Daftar Pustaka
....................................................................................................................
14
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bahasa adalah alat komunikasi
bagi manusia, baik secara lisan maupun tertulis. Hal ini merupakan fungsi dasar
bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai
dan status bahasa tidak dapat ditinggalkan.
Bahasa mempunyai fungsi-fungsi
tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, karena dengan
menggunakan bahasa seseorang juga dapat mengekspresikan dirinya, fungsi bahasa
sangat berabagam. Bahasa digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi, selain itu
bahasa juga digunakan sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi
sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu dan sebagai alat untuk melakukan
kontrol sosial.
Dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, bahasa memang sangat penting digunakan. Karena bahasa merupakan
simbol yang di hasilkan menjadi alat ucap yang biasa digunakan oleh sesama
masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari hampir semua aktifitas kita menggunakan
bahasa. Baik menggunakan bahasa secara lisan maupun secara tulisan dan bahasa
tubuh. Bahkan saat kita tidur pun tanpa sadar kita menggunakan bahasa.
B.
Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah yang akan dibahas dalam kami yaitu Peran Dan Fungsi
Bahasa Indonesia Dalam Berbangsa Dan Bernegara.
BAB II
PEMBAHASAN
Peran
Dan Fungsi Bahasa Indonesia Dalam Berbangsa Dan Bernegara
A. Konsep Dasar Kedudukan dan Fungsi
Bahasa
Istilah kedudukan dan fungsi tentunya
sering kita dengar, bahkan pernah kita pakai. Misalnya dalam kalimat “Bagaimana
kedudukan dia sekarang?”, “Apa fungsi baut yang Saudara pasang pada mesin
ini?”, dan sebagainya. Kalau kita pernah memakai kedua istilah itu tentunya
secara tersirat kita sudah mengerti maknanya. Hal ini terbukti bahwa kita tidak
pernah salah pakai menggunakan kedua istilah itu. Kalau demikian halnya, apa
sebenarnya pengertian kedudukan dan fungsi bahasa? Samakah dengan pengertian
yang pernah kita pakai?
Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual
manusia, baik secara terlisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa
yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya selalu ada
nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Ia selalu mengikuti
kehidupan manusia sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun anggota
bangsa. Karena kondisi dan pentingnya bahasa itulah, maka ia diberi ‘label’
secara eksplisit oleh pemakainya yang berupa kedudukan dan fungsi tertentu.
Kedudukan dan fungsi bahasa yang dipakai oleh
pemakainya (baca: masyarakat bahasa) perlu dirumuskan secara eksplisit, sebab
kejelasan ‘label’ yang diberikan akan mempengaruhi masa depan bahasa yang bersangkutan.
Pemakainya akan menyikapinya secara jelas terhadapnya. Pemakaiannya akan
memperlakukannya sesuai dengan ‘label’ yang dikenakan padanya.
Di pihak lain, bagi masyarakat yang dwi bahasa
(dwilingual), akan dapat ‘memilah-milahkan’ sikap dan pemakaian kedua atau
lebih bahasa yang digunakannya. Mereka tidak akan memakai secara sembarangan.
Mereka bisa mengetahui kapan dan dalam situasi apa bahasa yang
satu dipakai, dan kapan dan dalam situasi apa pula bahasa yang lainnya dipakai.
Dengan demikian perkembangan bahasa (-bahasa) itu akan menjadi terarah.
Pemakainya akan berusaha mempertahankan kedudukan dan fungsi bahasa yang telah
disepakatinya dengan, antara lain, menyeleksi unsur-unsur bahasa lain yang
‘masuk’ ke dalamnya. Unsur-unsur yang dianggap menguntungkannya akan diterima,
sedangkan unsur-unsur yang dianggap merugikannya akan ditolak.
Sehubungan dengan itulah maka perlu adanya aturan
untuk menentukan kapan, misalnya, suatu unsur lain yang mempengaruhinya layak
diterima, dan kapan seharusnya ditolak. Semuanya itu dituangkan dalam bentuk
kebijaksanaan pemerintah yang bersangkutan. Di negara kita itu disebut Politik
Bahasa Nasional, yaitu kebijaksanaan nasional yang berisi perencanaan,
pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi
pemecahan keseluruhan masalah bahasa.
B. Kedudukan dan Fungsi Bahasa
Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Janganlah sekali-kali disangka bahwa berhasilnya
bangsa Indonesia mempunyai bahasa Indonesia ini bagaikan anak kecil yang
menemukan kelereng di tengah jalan. Kehadiran bahasa Indonesia mengikuti
perjalanan sejarah yang panjang. (Untuk meyakinkan pernyataan ini, silahkan
dipahami sekali lagi Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia.) Perjalanan
itu dimulai sebelum kolonial masuk ke bumi Nusantara, dengan bukti-bukti
prasasti yang ada, misalnya yang didapatkan di Bukit Talang Tuwo dan Karang
Brahi serta batu nisan di Aceh, sampai dengan tercetusnya inpirasi persatuan
pemuda-pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 yang konsepa aslinya
berbunyi:
Kami poetera
dan poeteri Indonesia
mengakoe
bertoempah darah satoe,
Tanah Air
Indonesia.
Kami poetera
dan poeteri Indonesia
mengakoe
berbangsa satoe,
Bangsa
Indonesia.
Kami poetera
dan poeteri Indonesia
mendjoendjoeng
bahasa persatoean,
Bahasa
Indonesia.
Dari ketiga
butir di atas yang paling menjadi perhatian pengamat (baca: sosiolog) adalah
butir ketiga. Butir ketiga itulah yang dianggap sesuati yang luar biasa.
Dikatakan demikian, sebab negara-negara lain, khususnya negara tetangga kita,
mencoba untuk membuat hal yang sama selalu mengalami kegagalan yang dibarengi
dengan bentrokan sana-sini. Oleh pemuda kita, kejadian itu dilakukan tanpa
hambatan sedikit pun, sebab semuanya telah mempunyai kebulatan tekad yang sama.
Kita patut bersyukur dan angkat topi kepada mereka.
Kita tahu
bahwa saat itu, sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda, bahasa Melayu dipakai
sebagai lingua franca di seluruh kawasan tanah air kita. Hal itu terjadi
sudah berabad-abad sebelumnya. Dengan adanya kondisi yang semacam itu,
masyarakat kita sama sekali tidak merasa bahwa bahasa daerahnya disaingi. Di
balik itu, mereka telah menyadari bahwa bahasa daerahnya tidak mungkin dapat
dipakai sebagai alat perhubungan antar suku, sebab yang diajak komunikasi juga
mempunyai bahasa daerah tersendiri. Adanya bahasa Melayu yang dipakai sebagai lingua
franca ini pun tidak akan mengurangi fungsi bahasa daerah. Bahasa daerah
tetap dipakai dalam situasi kedaerahan dan tetap berkembang. Kesadaran
masyarakat yang semacam itulah, khusunya pemuda-pemudanya yang mendukung
lancarnya inspirasi sakti di atas.
Apakah ada
bedanya bahasa Melayu pada tanggal 27 Oktober 1928 dan bahasa Indonesia pada
tanggal 28 Oktober 1928? Perbedaan ujud, baik struktur, sistem, maupun kosakata
jelas tidak ada. Jadi, kerangkanya sama. Yang berbeda adalah semangat dan jiwa
barunya. Sebelum Sumpah Pemuda, semangat dan jiwa bahasa Melayu masih bersifat
kedaerahan atau jiwa Melayu. Akan tetapi, setelah Sumpah Pemuda semangat dan
jiwa bahsa Melayu sudah bersifat nasional atau jiwa Indonesia. Pada saat
itulah, bahasa Melayu yang berjiwa semangat baru diganti dengan nama bahasa
Indonesia.
“Hasil
Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 25-28 Februari 1975 antara lain menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai
bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan
nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu berbagai-bagai
masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan
(4) alat perhubungan antarbudaya antardaerah.
Sebagai
lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia ‘memancarkan’ nilai-nilai sosial
budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa
Indonesia, kita harus bangga dengannya; kita harus menjunjungnya; dan kita
harus mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan kita terhadap bahasa
Indonesia, kita harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak
acuh. Kita harus bngga memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya.
Sebagai
lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan ‘lambang’ bangsa
Indonesia. Ini beratri, dengan bahasa Indonesia akan dapat diketahui siapa
kita, yaitu sifat, perangai, dan watak kita sebagai bangsa Indonesia. Karena
fungsinya yang demikian itu, maka kita harus menjaganya jangan sampai ciri
kepribadian kita tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia
tidak menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya.
Dengan
fungsi yang ketiga memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang
sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam
kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia,
bangsa Indonesia merasa aman dan serasi hidupnya, sebab mereka tidak merasa
bersaing dan tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain. Apalagi
dengan adanya kenyataan bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia, identitas
suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih tercermin dalam bahasa daerah
masing-masing. Kedudukan dan fungsi bahasa daerah masih tegar dan tidak
bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya
khazanah bahasa Indonesia.
Dengan
fungsi keempat, bahasa Indonesia sering kita rasakan manfaatnya dalam kehidupan
sehari-hari. Bayangkan saja apabila kita ingin berkomunikasi dengan seseorang
yang berasal dari suku lain yang berlatar belakang bahasa berbeda, mungkinkah
kita dapat bertukar pikiran dan saling memberikan informasi? Bagaimana cara
kita seandainya kita tersesat jalan di daerah yang masyarakatnya tidak mengenal
bahasa Indonesia? Bahasa Indonesialah yang dapat menanggulangi semuanya itu.
Dengan bahasa Indonesia kita dapat saling berhubungan untuk segala aspek
kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang berhubungan
dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan
(disingkat: ipoleksosbudhankam) mudah diinformasikan kepada warganya.
Akhirnya, apabila arus informasi antarkita meningkat berarti akan mempercepat
peningkatan pengetahuan kita. Apabila pengetahuan kita meningkat berarti tujuan
pembangunan akan cepat tercapai.
C. Kedudukan dan Fungsi Bahasa
Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi
Sebagaimana
kedudukannya sebagai bhasa nasional, bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara/resmi pun mengalami perjalanan sejarah yang panjang. Hal ini terbukti
pada uraian berikut.
Secara resmi
adanya bahasa Indonesia dimulai sejak Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Ini tidak
berarti sebelumnya tidak ada. Ia merupakan sambungan yang tidak langsung dari
bahasa Melayu. Dikatakan demikian, sebab pada waktu itu bahasa Melayu masih
juga digunakan dalam lapangan atau ranah pemakaian yang berbeda. Bahasa Melayu
digunakan sebagai bahasa resmi kedua oleh pemerintah jajahan Hindia Belanda,
sedangkan bahasa Indonesia digunakan di luar situasi pemerintahan tersebut oleh
pemerintah yang mendambakan persatuan Indonesia dan yang menginginkan
kemerdekaan Indonesia. Demikianlah, pada saat itu terjadi dualisme pemakaian
bahasa yang sama tubuhnya, tetapi berbeda jiwanya: jiwa kolonial dan jiwa
nasional.
Secara terperinci perbedaan lapangan atau ranah
pemakaian antara kedua bahasa itu terlihat pada perbandingan berikut ini.
Bahasa
Melayu:
|
Bahasa
Indonesia:
|
a. Bahasa resmi kedua di samping bahasa Belanda,
terutama untuk tingkat yang dianggap rendah.
b. Bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah yang
didirikan atau menurut sistem pemerintah Hindia Belanda.
c. Penerbitan-penerbitan yang dikelola oleh jawatan
pemerintah Hindia Belanda.
|
a. Bahasa yang digunakan dalam gerakan kebangsaan
untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.
b. Bahasa yang digunakan dalam penerbitan-penerbitan
yang bertuju-an untuk mewujudkan cita-cita perjuangan kemerdekaan Indonesia
baik berupa:
1) bahasa pers,
2) bahasa dalam hasil sastra.
|
Kondisi di
atas berlangsung sampai tahun 1945.
Bersamaan
dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,
diangkat pulalah bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Hal itu dinyatakan
dalam Uud 1945, Bab XV, Pasal 36. Pemilihan bahasa sebagai bahasa negara
bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan. Terlalu banyak hal yang harus
dipertimbangkan. Salah timbang akan mengakibatkan tidak stabilnya suatu negara.
Sebagai contoh konkret, negara tetangga kita Malaysia, Singapura, Filipina, dan
India, masih tetap menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi di
negaranya, walaupun sudah berusaha dengan sekuat tenaga untuk menjadikan
bahasanya sendiri sebagai bahasa resmi.
Hal-hal yang merupakan penentu keberhasilan pemilihan
suatu bahasa sebagai bahasa negara apabila (1) bahasa tersebut dikenal dan
dikuasai oleh sebagian besar penduduk negara itu, (2) secara geografis, bahasa
tersebut lebih menyeluruh penyebarannya, dan (3) bahasa tersebut diterima oleh
seluruh penduduk negara itu. Bahasa-bahasa yang terdapat di Malaysia,
Singapura, Filipina, dan India tidak mempunyai ketiga faktor di atas, terutama
faktor yang nomor (3). Masyarakat multilingual yang terdapat di negara itu
saling ingin mencalonkan bahasa daerahnya sebagai bahasa negara. Mereka saling
menolak untuk menerima bahasa daerah lain sebagai bahasa resmi kenegaraan.
Tidak demikian halnya dengan negara Indonesia. Ketig faktor di atas sudah
dimiliki bahasa Indonesia sejak tahun 1928. Bahkan, tidak hanya itu. Sebelumnya
bahasa Indonesia sudah menjalankan tugasnya sebagai bahasa nasional, bahasa
pemersatu bangsa Indonesia. Dengan demikian, hal yang dianggap berat bagi
negara-negara lain, bagi kita tidak merupakan persoalan. Oleh sebab itu, kita
patut bersyukur kepada Tuhan atas anugerah besar ini.
Dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional”
yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975
dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia
befungsi sebagai
(1) bahasa resmi kenegaraan,
(2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga
pendidikan,
(3) bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat
nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta
pemerintah, dan
(4) bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
Keempat
fungsi itu harus dilaksanakan, sebab minimal empat fungsi itulah memang sebagai
ciri penanda bahwa suatu bahasa dapat dikatakan berkedudukan sebagai bahasa
negara.
Pemakaian pertama yang membuktikan bahwa bahasa
Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaran ialah digunakannya bahasa Indonesia
dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu dipakailah bahasa
Indonesia dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik dalam
bentuk lisan maupun tulis.
Keputusan-keputusan, dokumen-dokumen, dan surat-surat
resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah dan lembaga-lembaganya dituliskan di
dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato atas nama pemerintah atau dalam rangka
menuanaikan tugas pemerintahan diucapkan dan dituliskan dalam bahasa Indonesia.
Sehubungan dengan ini kita patut bangga terhadap presiden kita, Soeharto yang
selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam situsi apa dan kapan pun selama
beliau mengatasnamakan kepala negara atau pemerintah. Bagaimana dengan kita?
Sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia dipakai sebagai
bhasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak
sampai dengan perguruan tinggi. Hanya saja untuk kepraktisan, beberapa lembaga
pendidikan rendah yang anak didiknya hanya menguasai bahasa ibunya (bahasa
daerah) menggunakan bahasa pengantar bahasa daerah anak didik yang
bersangkutan. Hal ini dilakukan sampai kelas tiga Sekolah Dasar.
Sebagai konsekuensi pemakaian bahasa Indonesia sebagai
bahasa pengantar di lembaga pendidikan tersebut, maka materi pelajaran ynag
berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa Indonesia. Hal ini dapat
dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing atau menyusunnya
sendiri. Apabila hal ini dilakukan, sangatlah membantu peningkatan perkembangan
bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi (iptek).
Mungkin pada saat mendatang bahasa Indonesia berkembang sebagai bahasa iptek
yang sejajar dengan bahasa Inggris.
Sebagai fungsinya di dalam perhubungan pada tingkat
nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta
pemerintah, bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan
penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya
diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa.
Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan yang
disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh orang kedua (baca:
masyarakat).
Akhirnya,
sebagai fungsi pengembangan kebudayaan nasional, ilmu, dan teknologi, bahasa
Indonesia terasa sekali manfaatnya. Kebudayaan nasional yang beragam itu, yang
berasal dari masyarakat Indonesia yang beragam pula, rasanya tidaklah mungkin
dapat disebarluaskan kepada dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia dengan
bahasa lain selain bahasa Indonesia. Apakah mungkin guru tari Bali mengajarkan
menari Bali kepada orang Jawa, Sunda, dan Bugis dengan bahasa Bali? Tidak
mungkin! Hal ini juga berlaku dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern.
Agar jangkauan pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu dan teknologi, baik
melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun
media cetak lain, hendaknya menggunakn bahasa Indonesia. Pelaksanaan ini
mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya sebagai bahasa ilmu yang
dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan tinggi.
D. Perbedaan Bahasa Indonesia
sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi
Perbedaan
dari Segi Ujudnya
Apabila kita mendengarkan pidato sambutan Menteri
Sosial dalm rangka peringatan Hari Hak-hak Asasi Manusia dan pidato sambutan
Menteri Muda Usaha wanita dalam rangka peringatan Hari Ibu, misalnya, tentunya
kita tidak menjumpai kalimat-kalimat yang semacam ini.
“Sodara-sodara!
Ini hari adalah hari yang bersejarah. Sampeyan tentunya udah tau, bukan? Kalau
kagak tau yang kebacut, gitu aja”.
Kalimat yang
semacam itu juga tidak pernah kita jumpai pada waktu kita membaca surat-surat
dinas, dokumen-dokumen resmi, dan peraturan-peraturan pemerintah.
Di sisi
lain, pada waktu kita berkenalan dengan seseorang yang berasal dari daerah atau
suku yang berbeda, pernahkah kita memakai kata-kata seperti ‘kepingin’, ‘paling
banter’, ‘kesusu’ dan ‘mblayu’? Apabila kita menginginkan tercapainya tujuan
komunikasi, kita tidak akan menggunakan kata-kata yang tidak akan dimengerti
oleh lawan bicara kita sebagaimana contoh di atas. Kita juga tidak akan
menggunakan struktur-struktur kalimat yang membuat mereka kurang memahami maksudnya.
Yang menjadi
masalah sekarang ialah apakah ada perbedan ujud antara bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara/resmi sebagaimana yang kita dengar dan kita baca pada contoh di
atas, dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, sebagaimana yang pernah
juga kita lakukan pada saat berkenalan dengan seeorang lain daerah atau lain
suku? Perbedaan secara khusus memang ada, misalnya penggunaan kosakata dan
istilah. Hal ini disebabkan oleh lapangan pembicaraannya berbeda. Dalam
lapangan politik diperlukan kosakata tertentu yang berbeda dengan kosakata yang
diperlukan dalam lapangan administrasi. Begitu juga dalam lapangan ekonomi,
sosial, dan yang lain-lain. Akan tetapi, secara umum terdapat kesamaan.
Semuanya menggunakan bahasa yang berciri baku. Dalam lapangan dan situasi di
atas tidak pernah digunakan, misalnya, struktur kata ‘kasih tahu’ (untuk memberitahukan),
‘bikin bersih’ (untuk membersihkan), ‘dia orang’ (untuk mereka),
‘dia punya harga’ (untuk harganya), dan kata ‘situ’ (untuk Saudara,
Anda, dan sebagainya), ‘kenapa’ (untuk mengapa), ‘bilang’ (untuk mengatakan),
‘nggak’ (untuk tidak), ‘gini’ (untuk begini), dan kata-kata lain
yang dianggap kurang atau tidak baku.
Perbedaan
dari Proses Terbentuknya
Secara
implisit, perbedaan dilihat dari proses terbentuknya antara kedua kedudukan
bahasa Indonesia, sebagai bahasa negara dan nasional, sebenarnya sudah terlihat
di dalam uraian pada butir 1.2 dan 1.3. Akan tetapi, untuk mempertajamnya dapat
ditelaah hal berikut.
Sudah kita
pahami pada uraian terdahulu bahwa latar belakang timbulnya kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara jelas-jelas berbeda. Adanya kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional didorong oleh rasa persatuan bangsa Indonesia pada waktu itu.
Putra-putra Indonesia sadar bahwa persatuan merupakan sesuatu yang mutlk untuk
mewujudkan suatu kekuatan. Semboyan “Bersatu kita teguh bercerai kta runtuh”
benar-benar diresapi oleh mereka. Mereka juga sadar bahwa untuk mewujudkan
persatuan perlu adanya saran yang menunjangnya. Dari sekian sarana penentu,
yang tidak kalah pentingnya adalah srana komunikasi yang disebut bahasa. Dengan
pertimbangan kesejarahan dan kondisi bahasa Indonesia yang lingua franca
itu, maka ditentukanlah ia sebagai bahasa nasional.
Berbeda
halnya dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi. Terbentuknya bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara/resmi dilatarbelakangi oleh kondisi bahasa
Indonesia itu sendiri yang secara geografis menyebar pemakiannya ke hampir seluruh
wilayah Indonesia dan dikuasai oleh sebagian besar penduduknya. Di samping itu,
pada saat itu bahasa Indonesia telah disepakati oleh pemakainya sebagai bahasa
pemersatu bangsa, sehingga pada saat ditentukannya sebagai bahasa negara/resmi,
seluruh pemakai bahasa Indonesia yang sekaligus sebagai penduduk Indonesia itu
menerimanya dengan suara bulat.
Dengan
demikian jelaslah bahwa dualisme kedudukan bahasa Indonesia tersebut
dilatarbelakangi oleh proses pembentukan yang berbeda.
Perbedaan
dari Segi Fungsinya
Setelah kita
menelaah uraian terdahulu, kita mengetahui bahwa fungsi kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional berbeda sekali dengan fungsi kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara. Perbedan itu terlihat pada wilayah pemakaian dan
tanggung jawab kita terhadap pemakaian fungsi itu. Kapan bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara/resmi dipakai, kiranya sudah kita ketahui.
Yang menjadi masalah kita adalah perbedaan sehubungan
dengn tanggung jawab kita terhadp pemakaian fungsi-fungsi itu. Apabila kita
menggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tertentu, terdapat kaitan apa
dengan kita? Kita berperan sebagai apa sehingga kita berkewajiban
moralmenggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tertentu? Jawaban atas
pertanyaan itulah yng membedakan tanggung jawab kita terhadap pemakaian
fungsi-fungsi bahasa Indonesia baik dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional
maupun sebagai bahasa negara/resmi.
Kita menggunakan sebagai bahasa negara/resmi dipakai
sebagai alat penghubung antarsuku, misalnya, karena kita sebagai bangsa
Indonesia yang hidup di wilayah tanah air Indonesia. Sehubungan dengan itu,
apabila ada orang yang berbangsa lain yang menetap di wilayah Indonesia dan
mahir berbahasa Indonesia, dia tidak mempunyai tanggung jawab moral untuk menggunakan
bahasa Indonesia sebagai fungsi tersebut.
Lain halnya dengan contoh berikut ini. Walaupun Ton
Sin Hwan keturunan Cina, tetapi karena dia warga negara Indonesia dan secara
kebetulan menjabat sebagai Ketua Lembaga Bantuan Hukum, maka pada saat dia
memberikan penataran kepada anggotnyan berkewajiban moral untuk menggunakan
bahasa Indonesia. Tidak perduli apakah dia lancar berbahasa Indonesia atau
tidak. Tidak perduli apakah semua pengikutnya keturunan Cina yang berwarga
negara Indonesia ataukah tidak.
Jadi seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai
penghubung antarsuku, karena dia berbangsa Indonesia yang menetap di wilayah
Indonesia; sedangkan seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
resmi, karena dia sebagai warga negara Indonesia yang menjalankan tugas-tugas
‘pembangunan’ Indonesia.
BAB III PENUTUP
A. Simpulan
Dari uraian diatas kita dapat
menarik kesimpulan bahwa Sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia dipakai sebagai
bhasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak
sampai dengan perguruan tinggi. Hanya saja untuk kepraktisan, beberapa lembaga
pendidikan rendah yang anak didiknya hanya menguasai bahasa ibunya (bahasa
daerah) menggunakan bahasa pengantar bahasa daerah anak didik yang
bersangkutan. Hal ini dilakukan sampai kelas tiga Sekolah Dasar.
Bahasa adalah alat komunikasi bagi manusia, baik secara lisan maupun
tertulis. Hal ini merupakan fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan
status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari
yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status bahasa tidak dapat
ditinggalkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar